Senin, Februari 01, 2010

to be continued ..

'Lexy,' katanya ketika aku akan turun dari mobil saat kami sudah tiba. 'Aku lupa, ternyata aku belum ngasih oleh-oleh dari LA, ya?'
Aku tersenyum. 'Aduh, Sayaang, ga usah repot-repot deh. Kamu juga ke sana kan dinas, bukan liburan.'
'Tapi aku memang bawain sesuatu kok buat kamu.'
'Jangan-jangan ini isinya bundelan bahan seminar kamu, ya,' candaku.
Ia tertawa. 'Pokoknya ntar kamu lihat aja deh. Jangan dibuka sekarang ya?'
'Kenapa?'
'Ntar ga surprise.'
Rasanya capek banget hari ini, bawaanya pengen langsung tidur begitu aku duduk di kasur. Aku masih memegang kotak oleh-oleh dari Denny, penasaran isinya apa. Tapi baru aku mau merobek wrapper kotak itu, Denny menelepon.
'Udah dibuka?'

'Baru mau dibuka, bentar ya. Isinya apa sih, ay? Aku jadi penasaran gini.'
Ternyata ada kotak yang lebih kecil di dalam kotak pertama. Kotak kecil seukuran... oh shit. Tidak mungkin. Ini tidak mungkin.
'Udah?' suara Denny lagi.
Aku memegang kotak kecil itu, agak gugup. Takut membayangkan isinya. 'Mm... ada kotak kecil lagi.'
'Dibuka aja kotak kecilnya, Sayaang.'
Menahan napas, aku perlahan menggerakkan ibu jari dan telunjukku, menggeser penutup kotak itu. Oh shit. Sudah kuduga.
'Maaf aku bohong, ya. Itu bukan oleh-oleh dari LA.'

Aku masih bengong, tidak siap menghadapi benda kecil itu.

'Sayaaang?'

'Lexy, kamu di situ?'

'Um... iya, Den. Sori,' aku berkata terbata-bata. 'Aku... aku kaget aja.'
'Told you it was a surprise.'

Aku menyentuh cincin berlian itu dengan jariku.
Such a beautiful thing. Yet so scary.

'Alexandra, kamu mau kan satu saat nanti, mengganti nama belakang kamu jadi Ibrahim?'

Tidak ada komentar: