Senin, Februari 01, 2010

flash back ..

Denny menatap mataku dalam-dalam. 'Lex, kamu sadar ga sih aku sayang banget sama kamu?' ujarnya lembut.
Aku tercengang.
'Den, aku...'
'Lex, kita udah deket cukup lama, kan?'.
'Dari hari pertama kita telefonan tengah malam, dan saat aku menemani kamu tiap malam, aku sadar aku sayang sama kamu, Lex.'
Aku mencoba balas menatapnya. 'Den, aku belum bisa. Maafin aku, tapi aku belum bisa.'
'Alexandra, tiga bulan ini aku sudah berusaha membuktikan ke kamu kalau aku itu sayang banget sama kamu. Kalau kamu masih butuh waktu dan masih butuh lebih banyak bukti, it's okay. I'll do it.'

What is so bad about dating Denny?

Nothing.

I try to think of a million things that are so bad about Denny, and I come up with nothing.

Not even one.

Tidak satu pun.
Dia tidak egois seperti Beno, tidak arogan seperti Beno, tidak sok penting seperti Beno.

He's perfect.
He's perfect in every single way possible.

Dia bukan Beno.
Dia sempurna karena dia bukan Beno.
Dia sempurna tapi dia bukan Beno.

How much I want to kill myself right now for having that last thought.
Denny memelukku. 

Not this passionate-I-just-want-to-feel-you-up- hug, but a warm, close, hug.
Tenggorokanku tercekat, aku cuma bisa berkata pelan, 'You dont want to be with me, Den. I'm ruined.'
Ada rasa lega yang menjalar di sekujur tubuhku saat mendengar jawabannya.

'Let me fix it.'

Aku mengangkat kepalaku dari pundaknya, dan ia tersenyum menatapku.

'I can fix it. And I will. If you just let me.'
'But it's gonna take a while, Den. It's gonna take a long while.'
'Them we have all the time in the world to make you fall in love with me, right?'

Aku menatap matanya. How stupid I was to even compare Denny with Beno?
'Buy we're gonna have to take this slow, Den.'

Denny mencium dahiku. 'I'll take it as slow as you want me to, beautiful.'

Tidak ada komentar: